Dulu aku memiliki alasan untuk
tersenyum. Tapi, sekarang senyumku telah hilang. Tiada lagi tawa dan canda
seperti yang dulu. Aku tak tahu apakah aku dapat tersenyum seperti itu lagi?
Kau sudah pergi, namun kau pergi tak
sendiri. Kau juga membawa separuh diriku bersamamu.
Aku
begitu merapuh. Aku tak tahu apakah aku bisa bertahan dengan keadaan ini. Aku
begitu kesepian. Aku tak bisa tanpamu, kau adalah hidupku. Bagiku, kau adalah
nyawa dan aku adalah raga. Kita tak boleh berpisah. Apalah arti keberadaanku
didunia ini jika kau tak disampingku. Aku tersenyum karenamu, aku melangkah
juga karenamu.
Malaikat
maut begitu kejam mengambilmu dariku. Apakah kita tak dapat bersama? Apakah dia
tidak memikirkanku? Saat ini, aku begitu galau, aku begitu sedih. Aku tak tahu
pada siapa lagi aku harus bercerita. Kematianmu begitu membekas dihati ini. Ada
rasa sakit didalam dada ini. Sakitnya sangat menyayat hatiku. Bukan luka, namun
sangat terasa perih.
Aku
takkan mungkin menemukan pengganti selain dirimu. Tak ada yang bisa
menggantikanmu dalam hati ini. Kau telah mengenalkan aku tentang arti dari
hidup itu sendiri. Kau mengajarkan aku menangis, tertawa, marah, dan semuanya.
Aku begitu sayang padamu. Tapi, kenapa kau tinggalkan aku dalam keadaan begini?
Kalau
bisa memilih, aku ingin pergi duluan. Aku tak tahu jika kehilangan itu
merupakan hal yang teramat sakit seperti ini. Aga, jujur aku sangat
merindukanmu. Walau kita berbeda, aku menginginkanmu.
Dari
luar, aku mungkin bisa tersenyum, namun siapa sangka dibalik itu semua
tersimpan seribu tangisan. Aku mencintaimu. Maaf, jika kiranya ini
memberatkanmu. Aku benar-benar takut saat itu.
Ada
banyak kenangan yang kau tinggalkan dalam memori ini. Kau menemukan aku yang sedang
berada dalam kesepian. Aga, tulisan ini akan selalu kutulis, hingga aku bisa
melupakanmu. Namun, kurasa aku tak bisa.
Ini
cerita awal pertemuan kita dulu. Ingat saat itu, kamu sedang memandang pantai
seorang diri. Aku sedang berlalu-lalang melihat hitamnya langit. Ditengah
keramaian itu, sembari menanti pergantian tahun. Di sana, kita bertemu dan
bersahabat.
Mungkin
waktu itu memang sudah menjadi takdir, bahwa kita akan dipertemukan dalam
keadaan yang berbeda. Aku menemukanmu ketika kau sedang patah hati, sedangkan
kau menemukan aku ketika aku sedang berada dalam kesepian. Sampai-sampai kau
tak menyadari kehadiranku yang telah berada disampingmu saat itu. Jujur saja,
aku memang mendekatimu saat itu. Aku sengaja duduk disampingmu saat itu. Aku
pikir, berada disebelahmu dapat mendapat sedikit perhatianmu, karena aku begitu
kesepian. Namun, kau tak bergeming sedikitpun. Menolehkupun tidak. Cukup lama
suasana hening membisu yang terjadi diantara kita. Hingga akhirnya kamu
mengeluarkan sebatang rokok dari sakumu. Kau membakar ujung rokok tersebut dan
dengan sekali hisapan kau menyemburkan asap beracun tersebut dalam jumlah yang
cukup banyak. Aku segera menutup hidungku saat itu. Aku tak tahan pada asap
rokok, karena aku memang bukan perokok. Laki-laki tersebut langsung menoleh
kearahku melihat sikapku tadi. Aku yakin, ia tersinggung saat itu. Tapi, aku
tak perduli, ini masalah kesehatan.
“Maaf
ya, asapnya mengganggu ya?,” ia melihat kearahku seperti meledek.
“Gak
apa-apa, dilanjutin aja,” aku bertingkah agak cuek.
“Nama
aku Aga. Ari Wilaga, bisa panggil aku Ari atau Aga,” ia mengulurkan tangannya
kepadaku.
“Namaku
Rizki. Muhammad Rizki panjangannnya,” ucapku membalas salam pertemanannya.
“Sebenarnya
aku bukan perokok. Aku merokok kalo lagi ada masalah aja,” ia membuang rokoknya
masih belum terhisap banyak.
“Oh
gitu, jadi ceritanya sekarang kamu lagi ada masalah?,” aku mulai akrab
dengannya.
“Panggil
Aga saja. Aku bisa panggil kamu Rizki. Boleh kita berteman?,”
“O
boleh, kebetulan aku juga lagi suntuk nih. Makanya, beruntung aku bisa ketemu
kamu malam ini.”
Kami
berdua terdiam sejenak, aku tak tahu harus berkata apa lagi.
“Kamu
tinggal dimana Ki?,”
“Aku
tinggal di Botania,”
“Dimana
tuh?,”
“Deket
bandara,”
“Oh,
deket bandara. Aku kurang tahu sih daerah sana, aku tinggal di Tiban.
Kapan-kapan mainlah kerumah,”
“Oh
boleh sih, Insya Allah. Karena aku juga bekerja ama kuliah,”
“Kamu
kuliah dimana? Kerja dimana?,”
“Di
Uniba, kalo kerja di Batam Center,”
“Oh
hebat, oh ya kamu uda semester berapa?,”
“Bentar
lagi masuk semester dua,”
“Di
Uniba ambil jurusan apa?,”
“Akuntansi,
kamu kerja?,”
“Gak
sih, aku mentok cuma anak mami aja,”
“Hahahahahaha,”
“Kok
kamu ketawa sih Ki?,”
“Gak
ada, lucu aja denger kamu bilang anak mami aja, di Batam kalo gak kerja gak
bisa hidup. Masa kamu gak kerja? Kayaknya aku gak percaya lah,”
“Ya
ampun Ki, bener lah, aku gak kerja. Datang aja kerumahku kalo gak percaya, atau
kamu mau main kerumah besok? Sekalian kamu tanyain orang rumah kalo masih gak
percaya,”
“Ya,
ya aku percaya,” aku merasa sedikit aneh dengan dia. Baru kenal, dia sudah bisa
seakrab ini denganku. Aku mulai curiga. Dan, kecurigaanku malah mengarah pada
jati diri kalo dia itu adalah seorang gay. Astaga, apa sih yang kamu pikirin Ki?
“Oh
ya kamu kesini naik apa? Coastarina ama bandara kan jauh?,”
“Aku
ama keluarga. Mereka disebelah sana,”
“Oh
aku tau, kamu pasti kesepian, makanya kamu jalan sendirian,”
“Ya,
aku memang lagi boring. Sebenarnya pengen kealun-alun bareng teman yang lain.
Tapi, alasan ini itu lah, jadi males. Kuputusin dirumah aja. Tapi, dipaksa ama
Kakak tadi ikut. Jadi, yah kepaksa aja aku ikut,”
“O
tapi sekarang kamu gak kesepian lagi kan? Kan, ada aku,”
“Hahahaha,
gello,”
“Kalo
kamu? Kenapa ada disini?,”
“Ya
nih, aku juga lagi bete, banyak masalah,”
“Masalah
keluarga atau pacar?,” aku sok tau.
Aga
diam tak menjawab pertanyaanku. Ia malah kembali memperlihatkan raut wajah
sedih.
“Maaf
kalo aku nanyanya berlebihan. Tapi, kalo gak mau jawab gak apa-apa kok,”
“Gak
apa-apa, nomormu berapa? Biar langsung bisa aku hubungin besok,”
“Oh
boleh 0813xxxxxxx,”
“Nih,
masukin aja sendiri, males akunya.”
Aku
mengambil Blackberry nya. Dan memasukkan nomorku kedalamnya. Tanpa
sepengetahuannya, aku menginvite pin bbku sendiri.
“Kamu
pake BB juga? Kenapa gak bilang dari tadi?,”
Aku
kaget bukan main. Ia melihat dan memergokiku sedang menginvite diriku sendiri.
“Ya.
Jadi, aku langsung invite sekalian,”
Aku
cukup senang malam itu. kami mengobrol banyak malam itu. Aku tak tahu kenapa
aku bisa seakrab itu dengannya. Padahal, kami baru saja kenal.
Pertemuan
pertama kami malam itu berlangsung cukup singkat, namun sangat berarti bagiku.
Aku senang bisa mengenalnya saat itu. Setidaknya aku memiliki seorang teman lagi
saat itu.
Itu
mungkin pertemuan pertama antara aku dan dia, namun itu sangat berkesan.
Beberapa hari, kami melanjutkan komunikasi melalui Handphone. Sebenarnya dia
selalu ingin mengajak aku keluar, namun aku selalu menolak dengan berbagai
alasan. Entah kenapa aku lakukan hal itu, padahal aku ingin sekali bersamanya.
ReplyDeleteHai sobat Gay & Bisex indonesia...
Salam untuk anda pecinta Travelling.
ayok... kita jalan" bareng bersama teman komunitas,
kumpul bareng, happy bareng,
ketawa bareng pastinya...
Bagi yg Jomblo???
siapa tau...
moment ini bisa mempertemukanmu dg seseorang
yg diharapkan...
ambil hikmah positif untuk bisa mengenal mereka.
Buka mata untuk melihat dunia lebih luas.
refresh pikiran oleh aktivitas keseharian.
saling mengenal 1 dg yg lainnya.
Buat Sobat yg dekat tempat tinggalnya,
terdapat Tempat Menarik, Spot wisata yg belum terjamah,
Rekomendasi / Saran" Asyik, jangan lupa hubungi kami ya...
kita coba susun acaranya, mungkin bisa ditawarkan dg kawan" lainnya...
ikuti Update acara kami,
Salam Wisata Indonesia, With Guys
Admin Contact :
+6281949484385
BBM : 24c54a02
weChat : gaybelitong
email : palatmerah@gmail.com
www.facebook.com/wisatagay
twitter.com/Liburangay
BiroJodohGay
Media-Gay-Cari-Pasangan
Banyak-Bule-Gay-Nongkrong
Tempat-Gay-kumpul-Lengkap