Aku tak pernah berniat
sedikitpun mengganggu hubunganmu dan dia. Aku tak pernah tahu bagaimana bisa ia
membenciku karena suatu hal yang tak pernah ada dipikiranku. Selama ini, ia tak
pernah mau memperkenalkan pacarnya kepadaku, karena ia beranggapan bahwa aku bisa
saja suka dan merebut pacarnya. Seharusnya ia tahu, bahwa kami bersahabat. Aku tidak
akan pernah melakukan itu. Bekali-kali aku pernah mengatakan, bahwa jika kita
mencintai orang yang sama, maka aku akan mengalah saat itu juga.
Tapi, malam itu semua berubah. Ia
membawa pacarnya kerumah. Kami memang serumah saat itu. Baru kali ini aku
berjumpa langsung dengannya. Namanya Andri. Hanya sebentar saja kami mengobrol,
karena sahabatku itu seolah ingin cepat menyudahi percakapan kami bertiga. Akupun
memilih tidur dikamar sebelah yang kosong. Karena, aku sudah tahu, kamar itu
akan digunakan mereka berdua. Dan itu sudah hal yang biasa. Akupun maklum.
Saat tengah malam, aku terkejut
mendengar suara pintu terbuka. Andri kini berada dihadapanku. Ia memberi
isyarat agar aku tenang dan tak bersuara.
“Ngapain kesini, Abi mana?,”
Andri bukannya menjawab. Ia malah
mendekatiku dan berusaha menciumku. Aku mengelak dan menolak badannya.
“Kamu tuh gila ya, Abi gimana?,”
Pada saat itu juga pintu
terbuka. Abi melihatku bersama Andri. Andri begitu kaget. Aku langsung
menjelaskan pada Abi. Namun, ia pergi dan mengunci pintu kamarnya. Andri sendiri
memilih pulang. Aku langsung mencoba berbicara kepada Abi.
“Abi, buka pintunya dong. Ini bukan
seperti yang kamu lihat,”
“Ini dia yang buat aku gak mau
bawa pacar aku kerumah. Ternyata yang aku khawatirkan benar,”
“Tapi, bukan aku yang
mendekatinya. Dia sendiri yang datang…,”
“Udahlah,
aku malas bicara ama kamu,”
Aku tertegun.
Tak menyangka kalau Abi bisa mengatakan begitu kepadaku. Aku kembali kekamarku.
Aku melihat sebuah pesan, dari Abi lewat BBM.
“Aku cukup kenal siapa dirimu. Aku harap kamu
mengerti, mungkin kamu bisa cari kontrakkan lain. Aku ingin sendiri.”
Aku tak membalas pesan Abi. Malam
itu juga kubereskan semua barang-barangku. Aku cukup tau diri. Aku begitu sakit
hati mendapatkan kenyataan seperti ini. Aku mengontak saudaraku untuk tinggal
dua hari dirumahnya untuk sementara. Malam itu, aku begitu membenci Abi,
sahabatku sendiri. Ia memilih percaya bahwa akulah yang menggoda pacarnya. Rasanya
ingin kumaki dia saat itu.
Aku menelpon
saudaraku agar menjemputku malam itu juga. Karena aku sudah siap. Aku tak mau
menunggu pagi. Karena aku tak mau melihat wajah Abi. Pukul tiga subuh, aku
meninggalkan kontrakkan. Dalam perjalanan, aku mencoba menghubungi Abi untuk
meminta maaf lewat BBM atas apa yang terjadi, namun ternyata ia sudah menghapus
kontakku. Sepanjang perjalanan, aku hanya diam. Saudaraku mengerti, ia tak
banyak bertanya saat itu.
Mungkin,
bukan sekarang. Tapi, nanti Abi pasti akan tahu kebenarannya. Bahwa aku sama
sekali tak bersalah dalam hal ini. Aku benar-benar kesal sekali malam itu. Aku benci
pada sahabat yang sudah kuanggap saudaraku sendiri.
No comments:
Post a Comment
abis ngebaca komentnya dooong........
hehe